HOTS Dan Tantangan Pendidikan Kita-Oleh Arif Yudistira*)

Pemerintah melalui Kemendikbud mewacanakan metode belajar yang mengutamakan Kemampuan Berfikir Tingkat Tinggi atau yang lebih dikenal dengan HOTS. Metode ini diharapkan lebih membuat anak-anak berfikir kritis. Hal ini terjadi karena pendidikan kita lebih menumpuk teori dan beban pelajaran semata. Pendidikan dengan konsep HOTS tak hanya menekankan teori, tapi juga memahami, menganalisis dan mengkritisi.

Pendidikan sejatinya memang tak bisa dilepaskan dari realitas. Pendidikan adalah hadap masalah, sebagaimana kata Paulo Freire. Artinya, pendidikan harus mampu mengatasi persoalan, permasalahan. Di Indonesia, masalah yang begitu mencolok dan masih menjadi persoalan klasik adalah kemiskinan dan keterbelakangan. Saat melihat negeri kita, semakin tinggi pendidikan seseorang kecenderungan untuk berbuat korupsi, kolusi, nepotisme semakin besar. Inilah beberapa masalah yang harus diatasi pendidikan kita.

Lima tahun yang lalu kita memiliki kurtilas (kurikulum 2013). Kurikulum tersebut mengajak anak-anak kita pada pendidikan berbasis aplikatif (sains) dan pendidikan yang menekankan pada siswa sebagai subjek. Pada kenyataan di lapangan, tidak mudah menerapkan kurtilas ini secara bersamaan di seluruh nusantara. Bukan hanya karena karakter tiap daerah yang berbeda, tapi juga secara kultural kebutuhan pendidikan harus disesuaikan dengan lokalitas. Orang laut tentu memerlukan pendidikan kemaritiman, maka perlulah dibangun SMK Maritim. Tentu berbeda dengan orang kota yang dekat dengan industri, maka perlu dibangun sekolah dengan jurusan industri yang sesuai dengan kultur kehidupan masyarakat kota.

Selain itu, pendidikan kita saat ini kata Rhenald Kasali di bukunya Strawberry Generation (2017) lebih memicu pada moral hazard artinya memperoleh gelar jauh lebih penting ketimbang mencari ilmu guna meningkatkan kompetensi.

 

Belajar Dari INS Kayu Tanam

 

            Tanggal 31 Oktober 1926, di Kayu Tanam Sumatera Barat, berdirilah pendidikan dengan nama Indonesische Nederlandsche School (INS) yang didirikan oleh Mohammad Sjafei.         Jikalau merujuk pada tujuan INS Kayu Tanam, maka kita bisa melihat bagaimana mentalitet dan karakter peserta didik dibentuk dari sekolah. Sekolah memang diniatkan untuk merubah pola pikir murid-murid. Anak-anak diharapkan untuk mandiri, terampil, dan berguna di masyarakat. Selain itu, mereka dididik untuk tanggungjawab dan percaya diri. Kita melihat ada upaya dari INS Kayu Tanam untuk menjadikan pendidikan keterampilan bukan hanya untuk melatih fisik, tapi juga berguna untuk melatih ruhaniah mereka melalui kreatifitas, dan produktifitas. Mereka para murid juga dilatih untuk menerapkan perencanaan, pemecahan persoalan, hinga penilaian. Para murid diajari untuk melihat potensi di sekitar mereka, mendayagunakannya, dan berkreasi dengan bahan atau alat yang ada di sekitar mereka.

Sebenarnya, pada model pendidikan INS Kayu Tanam murid-murid pun dilatih untuk berfikir tingkat tinggi. Murid diajak untuk melihat potensi di sekitar mereka (alam). Diajak untuk mengamati, berkarya, dan melakukan pendayagunaan apa yang ada di sekitar mereka. Sehingga murid-murid bukan hanya berlatih beradaptasi dengan alam, tapi juga berlatih hidup selaras dengannya. Pada pendidikan INS Kayu Tanam, kita melihat ada kesesuaian antara materi pendidikan dengan keadaan negeri kita. Seperti pendidikan peternakan, perikanan, pertanian, dan kerajinan tangan. INS Kayu Tanam tak sekadar mengajarkan muridnya untuk berfikir kritis terhadap lingkungan sekitar, tapi juga mendidik muridnya untuk hidup harmoni dengannya.

Tantangan pendidikan kita ke depan justru terletak pada bagaimana mendekatkan pendidikan dengan realitas. Model pendidikan dengan penekanan HOTS akan percuma saat pendidikan kita justru semakin membuat anak didik kita jauh dari realitas. Murid-murid kita tak hanya memerlukan pengetahuan dan metode berfikir paling canggih sekalipun, tetapi perlu dilatih untuk mengamati, memahami, serta diajak untuk mencari solusi dari persoalan yang ada di sekitar mereka. Pantaslah kita jadikan renungan pesan dari Romo Mangunwijaya “Apa guna memiliki sekian ratus alumni sekolah cerdas, jika masyarakat dibiarkan bodoh.”

 

 

*) Peminat Dunia Pendidikan dan Anak, Kepala Sekolah SMK Kesehatan Citra Medika Sukoharjo